PB HMI MPO: Nadiem Layak Direshuffle

pilarsulut.co

Manado, PilarSulut.co - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam menyoroti kinerja Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 

Menurut PB HMI MPO, Nadiem Makarim paling layak diganti jika ada reshuffle kabinet. 

"Kalau seandainya ada reshuffle, Mendikbud layak diganti. Banyak yang mempertanyakan kinerja mas Nadiem," tutur Fahrul Ketua Komisi Pendidikan dan Kebudayaan PB HMI MPO, Fahrul Rizal.

Dirinya mengungkapkan, dari hasil kajian kita di Komisi Pendidikan dan Kebudayaan PB HMI, tidak tercantumnya nomenklatur mata kuliah/pelajaran wajib pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam PP no 57 tahun 2021 tentang standarisasi pendidikan nasional pasal 40, merupakan salah satu 'rapor merah' yang dimiliki mas Nadiem. 

"Yang 'dilakukan' Mendikbud jelas bertentangan dengan UU no 12 tahun 2012 pasal 35 ayat 3 tentang pendidikan tinggi, yang menyatakan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia," ujar Fahrul, Selasa (20/4/2021), di Jakarta. 

"Ini tidak menghormati dasar negara dan pemersatu bangsa, dikarenakan Pancasila adalah dasar negara, dan Bahasa Indonesia merupakan identitas nasional pemersatu bangsa," tegasnya. 

Saat ini, lanjutnya, telah dilakukan pengajuan revisi tentang PP tersebut. Tapi sangat disayangkan, Kemendikbud lalai memasukan Pancasila dan Bahasa Indonesia. 

"Jika PP ini tidak menimbulkan reaksi luas di masyarakat, maka tidak akan ada revisi dan ini sangat berbahaya. Kita apresiasi pengajuan revisi, tapi jangan selalu kecolongan dalam membuat PP tentang Standarisasi Pendidikan Nasional. Karena ini menyangkut masa depan bangsa dalam membentuk karakter anak bangsa yang berakhlak mulia, sehat, dan menjadi warga negara yang demokratis," paparnya. 

Hal lain yang menjadi sorotan PB HMI MPO tentang kinerja Nadiem terkait Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang diusul Kemendikbud.

Hasil kajian Komisi Pendidikan dan Kebudayaan PB HMI HMI (dari rangkaian webinar), menemukan bahwa peta jalan itu masih sangat lemah. Karena hanya menyorot kaum perkotaan dan kaum kelas menengah ke atas. 

"Hal tersebut dikuatkan oleh pegiat pendidikan Prof Darmaningtias, bahwa peta jalan itu adalah peta jalan (sesat) pendidikan," terangnya via rilis yang diterima media ini. 

"Yang ketiga, soal pendidikan di masa pandemi. Harusnya menjadi panggung besar bagi mas Nadiem untuk memajukan teknologi. Tapi di pedesaan sangat miris melihat pendidikan. Masih banyak siswa siswi yang di pedesaan dan pelosok tidak bisa belajar secara daring, karena faktor handphone dan internet yang sulit didapatkan," tandas Fahrul. (*/qid)

To Top